Tukang Sapu Kereta Ekonomi
KAMIS, 26 FEBRUARI 2009 13:00
Kami berencana naik KRL Ekonomi AC yang nyaman untuk anakku. Sambil menunggu kereta datang, aku melihat ada sekelompok anak-anak kereta (anak-anak yang suka mengamen atau menyapu kereta) sedang bercanda sesama mereka. Baju mereka tampak kotor, mungkin memang hanya baju yang melekat itu yang mereka miliki.
Akupun mencoba mendekati salah satu di antara mereka. Sambil menggendong anakku, aku bertanya;
“Nama kamu siapa?”
“Sholeh Mas..”
“Ohhh…” gumamku. Lalu akupun bertanya lagi,
“Kerja kamu apa?”
“Menyapu di kereta, tetapi hari ini saya tidak kerja dulu”
“Kenapa?”, tanyaku.
“Dari pagi hingga jam 11 siang gini ada razia. Kemarin aja teman saya ada yang ditangkap. Dari pagi saya juga belum makan, Mas...”
Sholeh berbicara denganku sambil bercanda dengan anakku dan juga dengan rokok di tangannya. Oleh karenanya, aku lepaskan Zhaffa ke bundanya biar tidak kena asap rokok.
Memang saat ini di kereta ekonomi Jakarta-Bogor semua pedagang, pengemis dan pengamen dilarang ada di dalam gerbong kereta. Makanya sekarang banyak razia di kereta.
Lalu akupun bertanya kembali kepada Sholeh,
“Kamu gak sekolah Leh?”
“Gak Mas, saya kabur dari rumah. Saya gak betah di rumah..”
“Kenapa?” tanyaku.
“Di rumah saya gak dikasih makan sama ibu. Masa anaknya sendiri gak dikasih makan Mas. Ibu saya kejam. Udah gitu saya suka disabetin pakai sapu lidi. Nih ada bekasnya di punggung saya. Makanya saya kabur, dari rumah daripada gak makan mending saya di jalanan bisa bebas. Saya cari makan dengan menyapu di kereta, trus dapat uangnya dari penumpang yang ngasih seikhlasnya.”
“Emang sekolah kamu sampai kelas berapa?”, tanyaku kembali.
“Kelas 2 SMP, trus saya keluar sampai sekarang"
“Kamu masih mau sekolah gak?", tanyaku.
“Gak ah, bukunya mahal, trus biaya sekolahnya gak ada. Udah gitu transportasinya 'kan pake duit, saya gak punya Mas”.
“Raport kamu ada gak?”, tanyaku. Dia jadi sedikit bingung kutanya begitu.
“Ada Mas, di rumah Ibu di Depok, tapi gak tau naruhnya di mana!?”
“Ya udah, besok kamu cek dulu di rumah, masih ada apa gak. Kalau ada kasih tau saya yah. Kamu biasa mangkal di sini kan? Rumah saya dekat sini, jadi besok Insya Allah bisa ketemu lagi”, ungkapku.
Saat asyik mengobrol dengan Sholeh, ternyata kereta sudah datang. Aku, istriku dan anakku serta mertuaku sudah naik ke dalam kereta. Buru-buru aku bangun dari dudukku dan pamit pada Sholeh.
“Leh, besok ketemu di sini yah sore. Jangan lupa rapornya”.
“Okeh Mas besok”, jawab Sholeh.
Sebelum kereta jalan, Sholeh memanggilku dari bawah.
“Mas, kalau gak ada raportnya gimana?”
“Ya udah besok kita ngobrol lagi”, jawab aku.
Akhirnya kereta perlahan berjalan meninggalkan stasiun kereta Manggarai. Padahal aku masih ingin banyak mengobrol dengan Sholeh dan temannya.
Sebenarnya aku ingin membantu anak-anak seperti Sholeh supaya bisa belajar dan sekolah lagi. Sering kulihat di stasiun Manggarai ini banyak sekali anak-anak seperti Sholeh yang putus sekolah dan mencari uang di atas kereta.
Sayang sekali obrolan kami harus terputus karena memang kami harus pergi. Mudah-mudahan aku bisa bertemu lagi dengan Sholeh dan teman-temanya. Dan bisa kubantu mereka sesuai kemampuanku.
0 comments:
Posting Komentar